Waktu: 6 menit
New normal yang telah kita jalani selama ini cukup membuat banyak perubahan di antara sebagian individual dan sekelompok orang yang saya kenal atau tidak di kenal. Banyak yang bertahan dan terus berusaha di situasi genting dan seretnya lowongan kerja yang ditawarkan market pada tahun lalu hingga orang serabutan mengambil pekerjaan apa saja dan berani menyingkirkan gengsi mereka demi kepentingan dapur agar tetap ngepul dan lagi agar tak harus ikutan antri di jalan panjang untuk mendapatkan bantuan yang memang sudah disiapkan oleh penggalang dana dan pemerintah setempat.
Mendengar dan menyimak tentang kaum golongan orang yang dari awal sebelum pandemi memang suka dengan zona nyaman dan suka mengambil yang bukan miliknya hingga tampa malu dan sungkan menggunakan fasilitas & hak orang lain yang kondisinya sangat memerlukan bantuan. Mau tidak percaya tapi itu banyak terjadi bahwa masih banyak di sekeliling kita yang tak memakai hati nurani dan serakah. Tapi ulah mereka itu bukan urusan saya sebab manusia tak ada yang sama, kita punya cara, sikap dan pandangan berbeda dalam melihat dan mengayomi dunia.

Timbul pandemi dan rusaknya dunia asal dari akibat perilaku manusia itu sendiri, meninggalkan dampak sangat buruk terhadap alam semesta dan sudah terjadi perubahan iklim global secara dratis, tentu itu bakal jadi sumber negatif bagi kehidupan dan semua aspek yang ada di sekitar kita, jika masih saja belum ada kesadaran dan banyak cara tak lazim dilakukan demi mendapatkan kuasa dan harta untuk menguasai dunia. Saya akui kejadian di bumi ini bukanlah mutlak atas kesalahan mereka saja tapi saya dan kita pun pernah menjadi bagian dari kebodohan tersebut, cuek tak peduli dengan alam dan lingkungan. Banyak waktu yang telah saya sia-sia kan karena selalu pakai pola pikir lama yang tidak begitu efisien dengan majunya jaman. Pandemi membuat saya terkurung pandemi menjadi penjaga yang menahan saya selama tiga tahun tidak bertemu keluarga di Indonesia. Pandemi membuat saya banyak berpikir dan pandemi mengingatkan saya bahwa hidup hanya sekali jalan, tak akan ada tiket balik ketika Tuhan memanggil saya pulang.

Saya segera mengambil sikap, meneliti keadaan dan menerima kekurangan saya dan saya harus moveon dari kebiasaan lama serta menghindari faktor-faktor yang bakal merugikan secara perlahan. Sekarang saya merasa lebih optimis dalam mengambil keputusan jika dibandingkan sikap saya sebelum pandemi. Dengan menepas rasa takut memudahkan kaki ini melangkah dan saya ingin menjadi diri saya yang lebih baik maka tidak dipungkiri di jaman new normal selama dua tahun belakang saya lebih suka membaca dan memanfaatkan jam di luar kerja untuk belajar hal-hal yang menurut saya perlu dan laras sesuai rencana lima tahun ke depan.
Buka: Saya Buka Awal 2020 Dengan Impian & Doa
Menyambut awal tahun 2022 gambaran positip memicu saya untuk meraih setiap peluang belajar yang akan memberi saya harapan baru yang cemerlang. [“apakah saya seyakin itu?!]”, jawabannya bisa jadi. Sebab sesuai dengan pengamatan, saya yakini bahwa saya akan mendapatkan apa yang saya inginkan, tapi saya juga harus tahu dengan kesabaran dan fokus akan menjadi kunci yang tepat untuk sebuah perjalanan menuju tujuan [goal]. Keoptimisan tersebut datang secara perlahan dan berbisik riang masuk ke lorong telinga saya meski bisikan tersebut tampak bergema dan samar namun makna yang di maksudkan terlihat jelas yang mengalir lincah di sel-sel otak saya. I’ll see.
Terima Kasih 2021 dan Selamat datang 2022
Bismillah