Menuju Tua
Hari ini pulang kerja saya memilih rute bus yang berbeda sengaja karena ingin menikmati suasana halte bus dan kereta yang berada di posisi kota yang cukup padat dan menarik indah. Menunggu bus saya duduk di bangku halte dan melirik sekilas seorang perempuan tua [nenek] yang duduk satu meter di samping saya. Tanpa memperhatikan saya membuka masker serta membuka bungkusan roti isi yang baru di beli dan menikmatinya. Tentu perut ini merasa gembira yang baru berisi dua cangkir kopi dan jogurt tadi pagi menelan lahap suapan demi suapan roti masuk ke mulut.
Tak lama kemudian dari sisi sudut mata kiri saya terlihat gerakan, saya menengok reflek dan kali ini terlihat jelas bahwa perempuan tua di samping saya ini mungkin sudah berumur delapan puluh keatas. Saya sengaja tak menegur karena kawatir jika saya menegur hanya akan mengganggu beliau sebab nenek-nenek disini berbeda mereka jauh lebih mandiri dan tidak mudah diajak basa basi, mereka cenderung akan curiga jika di tegur oleh orang tak di kenalnya. Saya pun lanjut menikmati roti isi dan memikirkan diri saya andai sudah setua ibu ini apakah saya akan bersikap sama dan akan sekuat beliau, dengan tidak kentara mata saya mengikuti gerakan nenek itu berjalan pelan dengan tongkat dan menghilang di balik pilar besar. “Untunglah beliau sehat dan masih lancar berjalan pikir saya”.

Setelah roti habis dan minum air seteguk segera saya pakai masker, duduk lebih santai dan mengeluarkan hp untuk mengisi waktu, sepuluh menit kemudian saya beranjak dari bangku menuju tempat bus parkir dan saya melihat perempuan tua itu lagi sendirian di ruang tunggu. Sepertinya nenek ini tidak sedang menunggu bus tapi kemungkinan besar beliau duduk di halte hanya untuk melepas waktu dan memperhatikan orang lalu lalang.
Switzerland mempunyai sistem peraturan netral dan terbuka bagi kaum senior jompo jika mereka masih kuat berjalan dan masih sehat berpikir meski kita berumur seratus tahun, anak kita dan kerabat tidak boleh memaksa orang tuanya untuk masuk rumah jompo, kecuali jika orang tuanya sakit sakit an dan tidak ada yang merawat maka jompo tersebut berhak dan harus tinggal ke rumah jompo. Masuk ke rumah jompo perlu prosedur dan harus sabar untuk mendapatkan kamar, pertama daftar kedua masuk ke waiting list dan ketiga nunggu panggilan jika ada kamar available. Info yang saya ketahui saat ini ada dua tipe katagori rumah jompo; yang satu tipe standar umum dan yang kedua privat. Tentu yang privat ini lebih mahal biaya namun mereka yang tinggal disini katanya memiliki tempat yang lebih nyaman, punya kebebasan waktu serta privasi.
Baca juga: Batik Lawas Oma, Apakah Tampa Jasa
Oleh karena itu warga secara individual setelah berumur diatas tujuh puluh bebas memilih apakah mereka siap tinggal di rumah jompo, karena untuk mendapatkan kamar kosong perlu nunggu beberapa waktu. Tetapi menurut cerita kerabat ada yang nunggu tiga sampai sepuluh tahun, so makin banyak kriteria yang di pilih makin lama nunggu untuk mendapatkan kamar yang diinginkan. Nah saya pribadi berharap masih punya banyak waktu untuk memikirkan hal tersebut [he he he] dan jika mengikuti keinginan saya sekarang ini, kelak ingin kembali ke tanah air dan mewujudkan impian saya untuk berkebun dan mungkin dapat berbagi pengalaman dan dukungan untuk orang sekitar yang membutuhkan. Sekian renungan menuju tua.